"Beranikah
saya mengambil risiko dalam berinvestasi?" Pertanyaan ini mungkin
sering terlontar bila Anda sedang menimbang-nimbang untuk melakukan
investasi. Katakan Anda punya uang Rp 10 juta, dan Anda bingung apakah
akan menaruhnya di bank atau di tempat lain. Kalau ditaruh di bank, Anda
mungkin merasa aman. Tetapi kadang-kadang, tawaran investasi di tempat
lain seringkali cukup besar dan sangat menggoda, sehingga ini
kadang-kadang menakutkan Anda.
Yang
namanya investasi pasti ada risikonya. Nah, dari pengalaman saya selama
ini, biasanya hanya ada tiga (3) risiko yang paling ditakutkan orang
ketika mereka berinvestasi:
- Turunnya Nilai Investasi
Risiko
yang paling ditakuti orang ketika berinvestasi umumnya adalah "Apakah
uang saya akan hilang?" Kebanyakan orang mungkin menjawab "tidak" kalau
ditanya seperti itu. Iyalah, mana ada, sih orang yang mau kehilangan
uangnya? Akan tetapi, masalahnya, yang namanya risiko pasti ada dalam
setiap investasi. Hanya bedanya adalah di ukurannya. Ada
produk investasi yang risikonya cukup besar, ada yang sedang, ada yang
kecil. Itu mungkin butuh pembahasan yang khusus di NOVA nomor-nomor
mendatang. Yang jelas, satu hal yang paling ditakuti orang, sekali lagi
adalah: "Apakah uang saya akan hilang?"
Oke,
sekarang kalau Anda berinvestasi, seberapa besar penurunan nilai yang
bersedia Anda tanggung bila Anda mengalami kerugian? 10 persen? 30
persen? 50 persen? Atau 100 persen? Berapapun besar kerugian yang
bersedia Anda tanggung, ingatlah, itu adalah bagian dari berinvestasi.
Jangan pernah mengharapkan Anda akan terus-menerus untung. Yang namanya
kerugian, sesekali memang harus dialami. Kalau enggak mengalami, ya
enggak belajar, kan?
- Sulitnya Produk Investasi itu Dijual
Risiko
kedua yang paling ditakuti orang ketika berinvestasi adalah apakah
produk investasi yang dibelinya itu mudah untuk dijual kembali. Beberapa
orang mungkin senang berinvestasi ke dalam emas karena emas dianggap
mudah dijual kembali. Akan tetapi, ada juga orang yang berinvestasi ke
dalam mata uang dolar Amerika, dan dolar tersebut cepat-cepat
dimasukkannya ke bank. Ini karena bila dolar itu disimpan di lemari,
maka kondisi fisik dari kertas uangnya mungkin akan menurun, dan itu
kadang-kadang akan menyulitkan bila suatu saat dolar itu hendak dijual
kembali. Maklum, beberapa bank seringkali tidak mau membeli mata uang
asing Anda bila kondisi uang kertasnya robek, rusak atau kumal.
Contoh
lain dari produk investasi yang tidak selalu mudah untuk dijual kembali
adalah barang-barang Koleksi. Barang-barang koleksi umumnya tidak
selalu mudah dijual kembali karena pasar pembeli barang-barang ini
sangat spesifik. Lukisan misalnya. Karena pasarnya yang spesifik, tidak
selalu mudah menjual lukisan. Tapi, sekali terjual, bisa saja harganya
sangat tinggi dan memberikan untung yang lumayan buat orang yang
menjualnya.
Jadi,
sebelum Anda memutuskan untuk berinvestasi, ketahui lebih dulu seberapa
mudahnya produk investasi Anda bisa dijual kembali. Jangan sampai Anda berinvestasi tapi tidak bisa menjualnya, karena barangnya memang sulit dijual.
- Hasil Investasi yang Diberikan Tidak Sebesar Kenaikan Harga Barang dan Jasa
Bayangkan
kalau Anda berinvestasi di deposito yang memberikan bunga 10 persen
setahun, sedangkan dalam setahun harga barang dan jasa malah naik 15
persen? Hal ini seringkali terjadi, bukan karena terlalu tingginya
kenaikan harga barang dan jasa, tetapi karena produk yang dipilih itu
sendiri belum tentu sesuai.
Iya
dong, beberapa dari Anda mungkin menginginkan produk investasi yang
aman dan konservatif. Tetapi, konsekuensinya adalah bahwa Hasil
Investasi yang didapat mungkin saja tidak bisa menyamai kenaikan harga
barang dan jasa. Kalau itu terus Anda alami dari tahun ke tahun, maka Anda akan bangkrut.
Apa yang harus Anda lakukan untuk menghadapi risiko ini? Jangan
menutup diri terhadap informasi. Pelajari produk-produk investasi lain
yang mungkin Anda belum tahu, dan setelah itu cobalah masuk ke situ
dengan mempertimbangkan segala konsekuensinya. Lama-kelamaan, Anda pasti
bisa mengatasi tingginya kenaikan harga barang dan jasa dengan
berinvestasi pada produk yang memang berpotensi untuk bisa memberikan
hasil yang lebih tinggi dibanding kenaikan harga barang. Oleh: Safir Senduk Dikutip dari Tabloid NOVA No. 746/XIV
Selamat berinvestasi!
Comments
Post a Comment