Seminar
yang saya adakan belum lama ini sungguh mengesankan. Semua kursi terisi
penuh. Peserta yang datang sangat responsif dan proses interaktif
berjalan sangat intens. Yang menarik, walaupun topik seminarnya berkisar
tentang bagaimana mempersiapkan kesejahteraan finansial untuk anak,
tapi ada peserta bertanya, "Perlu enggak sih kalau kita membeli dolar?"
Pertanyaan
ini sebetulnya mencerminkan kebiasaan orang kita yang selalu dilakukan
dari dulu sampai sekarang, yaitu membeli mata uang asing. Memang, kalau
selama ini kita mengenal rupiah sebagai mata uang utama untuk menabung.
Tapi tetap saja orang menoleh ke mata uang asing sebagai alternatif
untuk bisa dibeli dan ditabung. Dan dolar, adalah salah satu mata uang
yang paling sering dijadikan pilihan. Dalam hal ini, tentu saja dolar
Amerika.
Menariknya, alasan orang membeli dolar bermacam-macam. Salah
satunya, katanya, nilai uang kita turun terus. Sehingga kalau bisa,
kita jangan terus pegang rupiah. Benarkah alasan ini? Tunggu dulu
Bapak-Ibu. Yang dimaksud nilai uang kita turun terus mungkin adalah
harga barang dan jasa di Indonesia terus mengalami kenaikan. Contohnya,
kalau dulu harga barang Rp 10 ribu, sekarang mungkin Rp 12 ribu, dan
tahun jadi Rp 15 ribu.
Dari
segi kenaikan harga barang memang betul. Tapi, kan, nilai dolar belum
tentu juga naik terus? Kalau dulu harga dolar pernah Rp 2.500, lalu naik
jadi Rp 5.000, 7.000, 9.000, bahkan pernah sampai Rp 15.000, itu kan
karena ada krisis? Belum tentu krisis akan ada lagi. Sekarang, harga
dolar malah turun lagi jadi sekitar Rp 9.000. Jadi, jangan beli dolar
hanya karena takut harga barang di Indonesia naik terus. Tapi, belilah
dolar untuk berjaga-jaga kalau ada apa-apa.
Masih
bingung? Begini, kalau Anda perhatikan, harga dolar di Indonesia
menganut sistem mengambang bebas. Artinya, harga dolar betul-betul
"diserahkan" kepada tawar-menawar di pasar. Kalau yang mau beli dolar
lebih banyak, biasanya harganya akan naik. Tapi kalau yang mau beli
dolar lebih sedikit daripada yang ingin menjualnya, bisa-bisa harga
dolar turun.
Biasanya,
keinginan membeli dolar akan lebih banyak muncul, salah satunya, kalau
suhu politik mulai memanas. Contohnya, sebentar lagi mau Pemilu.
Biasanya, setiap kali menjelang pemilu, suhu politik kita akan naik.
Nah, di sinilah orang mulai banyak membeli dolar karena alasan keamanan.
Artinya, mereka merasa bahwa keadaan di Indonesia mulai enggak aman.
Lalu, mulailah mereka memborong dolar. Akibatnya, harga dolar naik.
Sebaliknya,
kalau keadaan negara stabil, adem-ayem, tentram, dan damai, biasanya
harga dolar juga akan stabil. Malah cenderung turun. Maklum, keadaan
yang tenang membuat orang percaya dengan rupiah, sehingga lebih sedikit
orang yang beli dolar. Jadilah harga dolar turun.
Sekarang apakah Anda sebaiknya membeli dolar? Kalau untuk jaga-jaga, silakan saja. Karena
situasi negara kita saat ini pun belum bisa dibilang sudah betul-betul
aman dan stabil. Ledakan bom di Bali kemarin, misalnya. Yang perlu
diingat, jangan masukkan semua uang Anda dalam dolar. Setengahnya saja
sudah cukup.
Nah, kalau Anda mau beli dolar, di bawah ini ada sejumlah hal yang harus Anda perhatikan agar Anda tidak malah tergelincir.
- 1. Belilah dolar di pedagang yang resmi
Salah
satu hal yang paling ditakutkan orang ketika membeli dolar adalah
mendapatkan uang dolar palsu. Nah, salah satu cara menghindari
kemungkinan tersebut adalah dengan membelinya ke penjual resmi, seperti
bank atau money changer.
Memang,
bank atau money changer sekalipun bisa saja menjual dolar palsu kepada
Anda. Tapi tentu mereka punya kepentingan supaya Anda mau selalu balik
ke tempat mereka dan jadi pelanggan. Artinya, mereka juga menjaga
reputasi. Kalau sampai satu pelanggan kecewa lalu nama mereka masuk ke
dalam Surat Pembaca di koran? Wah, bisa jadi iklan buruk buat mereka.
Sekarang,
bandingkan dengan penjual dolar perorangan dan tidak resmi yang umumnya
tidak punya reputasi yang sudah dibangun sehingga biasanya juga tidak
memiliki kepentingan untuk menjaga reputasinya.
- 2. Jangan pernah lama-lama memegang uang dolar kertas
Kenapa
demikian? Karena perubahan fisik sedikit saja pada uang dolar Anda bisa
membuatnya dihargai lebih rendah dari yang seharusnya. Pernah suatu
hari saya dan istri saya mendapatkan dolar Amerika kertas dari seorang
teman. Jumlahnya 200 dolar. Kami mendapatkannya dalam empat lembaran 50
dolar. Kursnya waktu itu sekitar Rp 9.100 per dolarnya. Ketika hendak
menjual ke money changer, ada selembar yang fisiknya agak kuning.
Langsung saja staf di sana mengatakan dia tidak mau membeli dolar saya
seharga Rp 9.100, melainkan harus dipotong Rp 50.
Ini
berarti, untuk satu lembar 50 dolar itu, saya rugi Rp 50 per dolarnya.
Saya pikir, untunglah cuma selembar saja yang bentuk fisiknya kuning.
Kalau semuanya, wah... Jadi, sekali lagi, jangan terlalu lama menahan
uang kertas dolar. Lebih baik selekasnya Anda simpan di safe deposit
box, atau setorkan saja ke bank.
Memang
saat kita setor terkadang biaya selisih kursnya merugikan Anda. Tapi
saya pikir, kerugian karena selisih kurs masih lebih mendinglah daripada
kerugian akibat peribahan fisik dolar. Lama-lama, bisa-bisa uang dolar
Anda malah tidak dihargai sama sekali kalau bentuk fisiknya betul-betul
rusak. Kalau disetor ke bank, uang dolar Anda akan tercatat di sistem
akuntansi mereka, bukan dalam bentuk fisik. Selain itu, juga dapat bunga. Lumayan, kan?
- 3. Ketahui arti istilah Kurs Beli dan Kurs Jual
Banyak
dari kita yang masih salah mengartikan (atau sering tertukar pada arti)
kurs beli dan kurs jual pada tempat jual beli dolar. Oke, andaikan saja
Anda datang ke bank. Kemudian di situ terdapat tulisan kurs beli
sebesar Rp 9.000 dan kurs jual Rp 9100. Pertanyaannya sekarang, kalau Anda ingin membeli dolar, pada harga berapa Anda akan membeli dolar tersebut?
Jawabannya
adalah pada kurs jual. Artinya, kurs jual adalah kurs di mana bank
bersedia menjual dolarnya. Sebaliknya, kurs beli adalah kurs di mana
bank bersedia membeli dolar yang Anda punya. Anda harus selalu melihat
dan mengartikan besarnya kurs dari sisi mereka, bukan dari sisi Anda.
Bukan sebaliknya. Oleh: Safir Senduk Dikutip dari Tabloid NOVA No. 788/XIV.
Comments
Post a Comment